Penulis
: Abdul Karim
Hâmidî
Judul :
Al-Madkhal ilâ Maqâshid al-Qur’ân
Penerbit :
Riyadl: Maktabah al-Rusyd
Tahun
Terbit : 2007
Halaman : 280
Perbincangan seputar tujuan pokok syari’ah (maqashid al-syariah) menjadi isu yang penting dikaji beberapa dekade terakhir ini. Terutama melalui proyek pemikiran maqashid yang dikembangkan di Magribi melalui tokohnya Thahir ibn Asyur, Alal al-Fasi, Raisuni, dan lain sebagainya. Kajian tentang pokok syariah ini dalam perkembangannya bergeser pada kajian tujuan pokok Alquran (maqashid al-Qur’an).
Maqashid
al-syari’ah lebih menfokuskan diri
pada pemahaman hukum Islam. Ini artinya, bahwa maqashid al-syari’ah
cakupannya hanya terbatas pada ranah hukum Islam (al-ahkam). Sebagaimana
diketahui, perbincangan seputar hukum dalam Alquran hanyalah sebagian kecil
dari isi kandungan Alquran. Raisuni menyebutkan hanya 500 ayat saja yang
terkait dengan persoalan normatif hukum Islam.
Berbeda
halnya dengan maqashid al-Qur’an. Secara umum, maqashid al-Qur’an
bisa dipahami sebagai upaya memahami konsep, aturan, dan tafsir Al-Qur’an. Ini
artinya, cakupan maqashid Alquran melampaui persoalan hukum yang hanya
menjadi bagian kecil dari Alquran. Sebagaimana kita ketahui, di samping
persoalan hukum, Alquran juga berisi penjelasan seputar kisah umat terdahulu,
hari akhir, etika, fenomena alam, dan penjelasan tentang sifat-sifat Allah.
Atas dasar ini, para pemikir
muslim memberikan perhatian serius tenting pemahaman tujuan pokok Alquran. Sebut saja Abu Hamid
Al-Ghazali yang menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 pokok kandungan Alquran,
yaitu: a)mengenal Allah; b) pengenalan jalan yang lurus; c) penjelasan mengenai
hari akhir; d) gambaran tentang umat yang beriman; e) gambaran umat yang
membangkang; f) mengajarkan jalan yang tepat menuju Allah. Selain itu, ia juga
menambahkan lima pokok tujuan syariah, yaitu: menjaga agama, hidup, akal,
keturunan, dan harta. Dalam pandangan al-Ghazali, maqashid Alquran itu
mencakup aspek normatif dan non-normatif dalam Alquran. Ini artinya bahwa
Al-Ghazali memasukkan maqashid al-Syariah dalam cakupan maqashid Alquran.
Dalam konteks ini, Al-Ghazali melalui tafsir singkatnya,
Jawahir al-Qur’an, dinilai sebagai pioneer dalam kajian maqashid al-Qur’an. Ini
terlihat dalam bagian buku tersebut yang menjelaskan persoalan tujuan pokok
Alquran. Teori maqashid al-Qur’an digunakan sebagai alat untuk memahami makna
terdalam Alquran (inner meaning). Para pemerhati kajian Alquran sulit
melacak apakah teori maqashid al-Qur’an ini telah ada sebelum Al-Ghazali. Namun
mereka tidak menampik kemungkinan keberadaan pemahaman terhadap pokok kandungan
Alquran (maqasidic understanding).
Dalam perkembangannya, kajian maqashid al-Qur’an mendapatkan
perhatian di kalangan sarjana Muslim. Dapat disebutkan di sini adalah Abduh,
Rasyid Ridha, Badiuzzaman Said Nursi, Ibn Asyur, Muhammad Al-Ghazali, Izzat
Darwazah, dan lain sebagainya. Yang menarik untuk ditegaskan dalam penelitian
yang ditulis dalam buku tersebut adalah bahwa ada pergeseran kajian maqashid
al-Qur’an. Dalam kajian sarjana klasik, isu-isu teologis sangat kental dalam
kategorisasi mereka terhadap apa yang mereka sebut sebagai pokok
tujuan Alquran. Sebut
saja misalnya isu tentang tauhid, kenabian, pahala dan siksa, dan lain
sebagainya.
Sedangkan dalam kajian sarjana modern, ada pergeseran dari
sekadar urusan teologis menjadi isu humanistik, termasuk di dalamnya persoalan
pendidikan, reformasi sosial politik, pendidikan, hak-hak warga negara,
kemu’jizatan Alquran, dan lain sebagainya.
Ini misalnya sebagaimana dilakukan oleh Iqbal. Menurut Iqbal,
tujuan pokok satu-satunya dari Alquran adalah membangkitkan kesadaran yang
tinggi tentang relasi yang beragam dengan Tuhan dan alam semesta. Sementara
Husain Al-Dzahabi menganggap bahwa tujuan pokok Alquran di samping sebagai
bekal mu’jizat Nabi dalam menyampaikan dakwahnya, juga sebagai petunjuk bagi
umatnya. Dan lain sebagainya.
Pokok-pokok utama Alquran itulah yang disebut dengan
maqashid al-Qur’an. Maqashid al-Qur’an inilah yang menurut para sarjana muslim
dianggap sebagai prinsip dasar dalam penafsiran Alquran. Abduh misalnya
menegaskan bahwa tafsir yang tepat adalah tafsir yang didasarkan pada tujuan tertinggi
dari Alquran, yaitu memberikan petunjuk bagi manusia menuju kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Begitu juga yang ditegaskan oleh Ibn Asyur. Ibn Asyur
melihat bahwa keseluruhan konsep tentang maqashid al-Qur’an harus disandingkan
dengan metodologi tafsir. Meskipun memperjuangkan model tafsir bi al-ra’yi, Ibn
Asyur sangat menolak beragam jenis penafsiran yang bertentangan dengan tujuan
Alquran. Ia menegaskan bahwa tafsir harus dikonfirmasikan dengan tujuan pokok
Alquran, dan nilai tafsir harus didasarkan pada dimensi maqashid al-Qur’an.
Ini artinya bahwa mufassir harus memiliki pengetahuan tentang maqashid
al-Qur’an.
Buku ini memberikan peta kepada kita asal usul perkembangan
teori maqashid al-Qur’an dan bagaimana ia harus mewarnai penafsiran Alquran. Kesahihan tafsir bisa diukur dengan sejauh mana
mufassir bisa menangkap tujuan utama dan pokok-pokok kajian Alquran.[]
Kairo, 10 November 2014
No comments:
Post a Comment