Saturday, December 10, 2016

Maqashid Al-Qur’an: Mengungkap Pesan Pokok Alquran

Penulis            : Abdul Karim Hâmidî 
Judul                : Al-Madkhal ilâ Maqâshid al-Qur’ân
Penerbit           : Riyadl: Maktabah al-Rusyd 
Tahun Terbit   : 2007  
Halaman           : 280


Perbincangan seputar tujuan pokok syari’ah (maqashid al-syariah) menjadi isu yang penting dikaji beberapa dekade terakhir ini. Terutama melalui proyek pemikiran maqashid yang dikembangkan di Magribi melalui tokohnya Thahir ibn Asyur, Alal al-Fasi, Raisuni, dan lain sebagainya. Kajian tentang pokok syariah ini dalam perkembangannya bergeser pada kajian tujuan pokok Alquran (maqashid al-Qur’an).

Maqashid al-syari’ah lebih menfokuskan diri pada pemahaman hukum Islam. Ini artinya, bahwa maqashid al-syari’ah cakupannya hanya terbatas pada ranah hukum Islam (al-ahkam). Sebagaimana diketahui, perbincangan seputar hukum dalam Alquran hanyalah sebagian kecil dari isi kandungan Alquran. Raisuni menyebutkan hanya 500 ayat saja yang terkait dengan persoalan normatif hukum Islam.

Berbeda halnya dengan maqashid al-Qur’an. Secara umum, maqashid al-Qur’an bisa dipahami sebagai upaya memahami konsep, aturan, dan tafsir Al-Qur’an. Ini artinya, cakupan maqashid Alquran melampaui persoalan hukum yang hanya menjadi bagian kecil dari Alquran. Sebagaimana kita ketahui, di samping persoalan hukum, Alquran juga berisi penjelasan seputar kisah umat terdahulu, hari akhir, etika, fenomena alam, dan penjelasan tentang sifat-sifat Allah.

Atas dasar ini, para pemikir muslim memberikan perhatian serius tenting pemahaman tujuan pokok Alquran. Sebut saja Abu Hamid Al-Ghazali yang menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 pokok kandungan Alquran, yaitu: a)mengenal Allah; b) pengenalan jalan yang lurus; c) penjelasan mengenai hari akhir; d) gambaran tentang umat yang beriman; e) gambaran umat yang membangkang; f) mengajarkan jalan yang tepat menuju Allah. Selain itu, ia juga menambahkan lima pokok tujuan syariah, yaitu: menjaga agama, hidup, akal, keturunan, dan harta. Dalam pandangan al-Ghazali, maqashid Alquran itu mencakup aspek normatif dan non-normatif dalam Alquran. Ini artinya bahwa Al-Ghazali memasukkan maqashid al-Syariah dalam cakupan maqashid Alquran.

Dalam konteks ini, Al-Ghazali melalui tafsir singkatnya, Jawahir al-Qur’an, dinilai sebagai pioneer dalam kajian maqashid al-Qur’an. Ini terlihat dalam bagian buku tersebut yang menjelaskan persoalan tujuan pokok Alquran. Teori maqashid al-Qur’an digunakan sebagai alat untuk memahami makna terdalam Alquran (inner meaning). Para pemerhati kajian Alquran sulit melacak apakah teori maqashid al-Qur’an ini telah ada sebelum Al-Ghazali. Namun mereka tidak menampik kemungkinan keberadaan pemahaman terhadap pokok kandungan Alquran (maqasidic understanding).

Dalam perkembangannya, kajian maqashid al-Qur’an mendapatkan perhatian di kalangan sarjana Muslim. Dapat disebutkan di sini adalah Abduh, Rasyid Ridha, Badiuzzaman Said Nursi, Ibn Asyur, Muhammad Al-Ghazali, Izzat Darwazah, dan lain sebagainya. Yang menarik untuk ditegaskan dalam penelitian yang ditulis dalam buku tersebut adalah bahwa ada pergeseran kajian maqashid al-Qur’an. Dalam kajian sarjana klasik, isu-isu teologis sangat kental dalam kategorisasi mereka terhadap apa yang mereka sebut sebagai pokok tujuan Alquran. Sebut saja misalnya isu tentang tauhid, kenabian, pahala dan siksa, dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam kajian sarjana modern, ada pergeseran dari sekadar urusan teologis menjadi isu humanistik, termasuk di dalamnya persoalan pendidikan, reformasi sosial politik, pendidikan, hak-hak warga negara, kemu’jizatan Alquran, dan lain sebagainya.

Ini misalnya sebagaimana dilakukan oleh Iqbal. Menurut Iqbal, tujuan pokok satu-satunya dari Alquran adalah membangkitkan kesadaran yang tinggi tentang relasi yang beragam dengan Tuhan dan alam semesta. Sementara Husain Al-Dzahabi menganggap bahwa tujuan pokok Alquran di samping sebagai bekal mu’jizat Nabi dalam menyampaikan dakwahnya, juga sebagai petunjuk bagi umatnya. Dan lain sebagainya.

Pokok-pokok utama Alquran itulah yang disebut dengan maqashid al-Qur’an. Maqashid al-Qur’an inilah yang menurut para sarjana muslim dianggap sebagai prinsip dasar dalam penafsiran Alquran. Abduh misalnya menegaskan bahwa tafsir yang tepat adalah tafsir yang didasarkan pada tujuan tertinggi dari Alquran, yaitu memberikan petunjuk bagi manusia menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Begitu juga yang ditegaskan oleh Ibn Asyur. Ibn Asyur melihat bahwa keseluruhan konsep tentang maqashid al-Qur’an harus disandingkan dengan metodologi tafsir. Meskipun memperjuangkan model tafsir bi al-ra’yi, Ibn Asyur sangat menolak beragam jenis penafsiran yang bertentangan dengan tujuan Alquran. Ia menegaskan bahwa tafsir harus dikonfirmasikan dengan tujuan pokok Alquran, dan nilai tafsir harus didasarkan pada dimensi maqashid al-Qur’an. Ini artinya bahwa mufassir harus memiliki pengetahuan tentang maqashid al-Qur’an.

Buku ini memberikan peta kepada kita asal usul perkembangan teori maqashid al-Qur’an dan bagaimana ia harus mewarnai penafsiran Alquran. Kesahihan tafsir bisa diukur dengan sejauh mana mufassir bisa menangkap tujuan utama dan pokok-pokok kajian Alquran.[]

Kairo, 10 November 2014

No comments:

Post a Comment