Thursday, July 14, 2011

Komitmen Nahdlatul Ulama untuk Bangsa

Kehadiran NU di tanah air ini tidak luput dari pertarungan beragam ideologi yang ada pada masa awal-awal berdirinya. Ini karena kehadiran NU di samping karena faktor regional akibat desakan kelompok yang tidak menghendaki cara beragama NU oleh kelompok yang mengatasnamakan pembaharu, juga karena foktor situasi politik global di Timur Tengah berikut ragam ideologi yang berkembang di sana. Faktor-faktor itulah yang mendesakkan komunitas yang memiliki kesamaan sikap, tata cara, tingkah laku sehari-hari, tradisi dan wawasan keagamaan untuk menyatukan diri dalam wadah yang disebut jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah Nahdlatul Ulama. Tepatnya pada 16 Rajab 1344, NU lahir.

Dinamika ideologi yang melatari terbentuknya NU itu hingga kini masih terus bertahan meskipun dalam ‘baju’ dan kemasan yang berbeda. Bisa dikatakan, ‘perang ideologi’ yang terjadi di masa lampau pada masa-masa pembentukan NU kembali mewujud dalam wajah baru pada saat ini, dan mungkin akan berlanjut pada masa mendantang dengan cara, corak, dan kemasan yang berbeda pula.

Meskipun demikian, di tengah arus ideologi yang berseteru ini, NU tidak bergeming. Ia tetap berkomitmen menanamkan semangat moderatisme Islam sebagaimana diperjuangkan para pendiri organisasi ini. Sejak semula NU telah memberikan kontribusinya dalam wawasan keagamaan moderat dan turut mendorong pembentukan ide kebangasaan.

Dalam ranah keagamaan, NU berhasil merumuskan gagasan dasar tentang tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (keseimbangan), dan ‘adalah (keadilan). Inilah yang menjadi sikap dasar NU dalam merespon isu-isu keagamaan di tanah air. Dengan gagasan dasar ini, NU telah berhasil melahirkan generasi bangsa yang mengedepankan hidup dalam suasana yang toleran dan moderat, bukan dengan kekerasan dan anarkis.

Fondasai dasar telah diletakkan oleh NU ketika memelopori penerimaan Pancasila sebagai asas bernegara dan bermasyakat. Konsepsi ini diperkuat dengan kesetiaan NU terhadap ide-ide kebangsaan yang menjadi titik tolak dalam mendesain Negara Indonesia. Tak berlebihan jika NU terus-menerus melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara yang paling ideal bagi bangsa Indonesia. NKRI bagi kalangan NU adalah pilihan dan keputusan final.

Oleh karena itu, meskipun ide globalisme Islam terus dikumandangkan hingga sekarang, NU kokoh dengan ide kebangsaannya. Bukan negara khilafah atau Negara Islam Indonesia yang dipikirkan oleh NU dalam membangun keadaban bangsa Indonesia, melainkan negara-bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila.

Hampir genap enam puluh enam tahun Indonesia merdeka. Perjuangan para pendiri bangsa, tidak terkecuali perjuangan para kiai dan lasykar-lasykar kaum santri untuk melawan penjajahan pun akhirnya membuahkan hasil: terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebuah negara-bangsa yang menghimpun beragam suku, budaya, bahasa, bahkan agama. Dalam satu payung negara kesatuan inilah, keragaman itu menemukan tempat bersemainya.

Pada saat yang sama, perjalanan NU hampir mencapai satu abad. Tepatnya 88 tahun. Sepanjang itu pula NU terus mengabdi dan berkomitmen untuk mengawal bangsa ini. Bahkan dalam situasi di mana Indonesia dengan Pancasila sebagai ideologi negaranya yang sedang diuji. Salah satunya adalah apa yang disebut bangkitnya politik identitas. Menguapnya politik identitas terjadi akibat melunturnya kewibawaan negara dalam mengimplementasikan keinginan warganya. Sehingga yang terjadi, warga negara mengambil inisiatif sendiri karena negara dinilai tidak lagi mampu menampilkan sosoknya sebagai otoritas yang paling berwenang mewujudkan kepentingan warga negaranya.

Padahal, inisiatif warga yang tidak terkontrol pun bisa menjadi semacam ancaman tersendiri bagi keutuhan bangsa ini yang telah melewati masa-masa kemerdekaannya. Ini diperkuat dengan bangkitnya eskalasi komunalisme dan sektarianisme yang tampaknya tidak berbanding lurus dengan pemahaman wawasan kebangsaan warganya. Alih-alih, wawasan kebangsaan itu mulai memudar. Jika demikian, maka nasionalisme benar-benar terancam. Adalah tugas seluruh elemen bangsa ini, tidak terkecuali NU, untuk segera mengambil inisiatif dan berbenah merajut kembali semangat kebangsaan yang mulai koyak sambil terus memperjuangkan dan mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kenyataan ini pula yang menjadi bahan refleksi NU menjelang satu abad berdirinya. Tidak terkecuali Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pamekasan yang pada Senin, 20 Juni 2011 akan melaksanakan pelantikan pengurus dan harlah NU ke-88. Wallahu a’lam[]

No comments:

Post a Comment