Tuesday, February 05, 2008

Menjadi Santri (3)

Jum’at Pagi, Ziarah ke Makam Pengasuh

Memang bukan kewajiban. Tapi begitulah tradisi yang menjadi rutinitas para santri setiap jum’at pagi. Usai Shubuh di hari Jum’at, jadual mengaji Al-Qur’an ke guru masing-masing diliburkan. Sebagai gantinya, sebagian besar santri melakukan ziarah ke makam pengasuh. Iring-iringan santri memadati dua lokasi makam pengasuh (kini tiga lokasi). Riuh bacaan surah Yasin, ditambah tahlil, bahkan juga ayat-ayat yang terangkum dalam surah munjiyat, dibacaKan para penziarah yang notabene para santri. Mereka larut dalam syahdu, menyenandungkan tawassul dan doa, sembari terobsesi dengan perjuangan pengasuh yang telah mendahuluinya.

Ritual semacam ini tidak saja terjadi pada jumat pagi. Sebagian santri bahkan menghabiskan malam di makam pengasuh ini. Mereka mencari keheningan dan berkontemplasi. Mereka juga terkadang menyendiri untuk menfokuskan dalam belajar ketika ujian menjelang. Tidak sedikit ditemui sebagian santri yang melakukan kebiasaan ’menjauhkan diri’ dengan berziarah ke makam pengasuh dengan ditemani lilin dan catatan pelajaran mereka. Dalam sunyi, mereka merasakan kenyamanan dan kecepatan dalam menyerap pelajaran. Dalam situasi semacam itu, saya menjadi santri. Dan begitulah saya menjalani ritual istemewa Jum’at pagi itu. Bahkan larut malam menjelang ujian sekolah mulai.

Bukan hanya berharap berkah dari pengasuh yang telah mendahului, ritual Jumat pagi dijadikan medium refleksi untuk belajar ketekunan dan kesabaran dalam mencari ilmu sebagaimana dicontohkan para pendiri pesantren yang telah mendahuluinya. Dan kelak, kita juga akan kembali kepada-Nya.[]

Bersambung