Dua belas tahun yang lalu, tepatnya tahun 2012, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, M. Nuh menetapkan Pamekasan sebagai kota pendidikan. Penetapan Pamekasan sebagai kota pendidikan ini di antaranya didasarkan pada banyaknya lembaga pendidikan dari TK hingga PT, di samping sejumlah prestasi akademik yang diraih oleh kader-kader yang berasal dari Pamekasan. Hingga kini, jumlah lembaga pendidikan di kabupaten Pamekasan terus meningkat. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah Lembaga pendidikan di Pamekasan, dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas berjulam 2.317 sekolah dengan perincian 476 berstatus negeri dan 1841 berstatus swasta. Jumlah itu belum termasuk Perguruan Tinggi yang setiap tahunnya terus bertambah. Identitas kota pendidikan ini terus melekat pada Pamekasan hingga saat ini, di samping identitas tambahan lainnya semisal kota batik.
Kini, setelah dua belas tahun berlalu, potret pendidikan di Pamekasan mulai disoal. Apa yang telah diperjuangkan Pamekasan dalam meningkatkan kualitas pendidikan? Bagaimana Pamekasan mengantisipasi bonus demografi dan menggapai salah satu target SDGs, pendidikan berkualitas pada tahun 2030?
Meskipun BPS juga merilis bahwa Indeks Pembangunan Manusia Pamekasan meningkat positif pada tahun 2023 dengan nilai 70,32, namun perlu juga dicermati bahwa kualitas pendidikan di kabupaten ini mengalami tantangan berarti. Prestasi gemilang di masa lalu yang menjadikan Pamekasan berlabel kota pendidikan, kita nyaris tak terdengar, sementara lembaga pendidikannya terus bertambah. Apa makna penting lembaga pendidikan yang terus meningkat bila tidak ditopang dengan kualitas pendidikan yang mumpuni?
Antara Kuantitas dan Kualitas
Sejatinya, kuantitas institusi pendidikan dengan SDM yang melimpah berbanding lurus dengan kualitas SDM-nya. Memang, kualitas SDM tidak melulu diukur dengan prestasi akademik yang diraihnya, lebih dari itu adalah mentalitas anak didik dan praktisi pendidikan yang tidak saja mengarahkan orientasi pendidikannya pada produk dan hasil, melainkan juga pada proses bagaimana pengetahuan itu dicapainya. Proses harus menjadi pertimbangan utama dalam orientasi pendidikan kita. Mentalitas menerabas yang mewabah di tengah-tengah kita menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan di tanah air, tidak terkecuali di Pamekasan.
Belajar di institusi pendidikan, kata Darmaningtyas, pada dasarnya adalah proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, pendewasaan diri, pematangan pribadi, kemampuan berkomunikasi dan berorganisasi, serta membangun networking dengan sesama guna menjadi pribadi yang dewasa (2005:214). Untuk mencapai itu semua diperlukan kerja kolektif seluruh elemen pendidikan, meliputi pemerintah daerah, Dewan Pendidikan, dan seluruh pemangku kebijakan serta para praktisi pendidikan untuk memberikan masukan kepada pemerintah, bukan hanya untuk mempertahankan identitas kota pendidikan, tetapi jauh lebih penting adalah meningkatkan capaian dan prestasi yang bisa mengharumkan wilayahnya. Prestasi yang dimaksud tidak melulu berkaitan dengan angka dan kuantitas, melainkan dengan kualitas dan substansi pengetahunan itu sendiri yang menjelma dalam perilaku dan budaya masyarakatnya. Bukan melulu berhubungan dengan nilai dan indeks prestasi, melainkan kemampuan, kompetensi, dan penguasaan pengetahuan.
Pamekasan dan Bonus Demografi
Data BPS Pamekasan 2024 menunjukkan bahwa usia produktif masyarakat Pamekasan mencapai 67,3 (594.614 jiwa) dari total pendudukan Pamekasan yang mencapai 882.837 jiwa pada tahun 2023. Data ini menunjukkan bahwa Pamekasan mengalami bonus demografi, masa ketika jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan dengan usia non produktif. Kenyataan ini di satu sisi menguntungkan lantaran kota ini memiliki SDM produktif, namun di sisi yang lain berdampak negatif jika tidak dikelola dengan tepat. Pertanyaannya, bagaimana kota ini bisa mengelola SDM produktif ini secara tepat agar bonus demografi tidak menjadi beban?
Pertanyaan ini, tentu saja, harus dijawab, salah satunya dengan pendidikan berkualitas (quality education). Pendidikan berkualitas merupakan salah satu dari 17 Tujuan Pembangungan Berkelanjutan atau dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs ini merupakan komitmen global dan nasional dalam rangka menyejahterakan masyarakat mencakup 17 sasaran global di tahun 2030, yang salah satunya adalah pendidikan berkualitas. Pendidikan berkualitas ini bertujuan untuk memastikan akses pendidikan yang inklusif, setara, dan berkualitas untuk semua dengan fokus pada peningkatan kualitas pendidikan, pemberdayaan guru, dan penyediaan peluang pendidikan sepanjang hidup.
Jika pendidikan kita hanya fokus pada produk dan mengabaikan proses, maka institusi pendidikan kita hanya akan melahirkan generasi dengan mental menerabas. Generasi yang memiliki prinsip, “Yang penting lulus dengan gelar dan selembar ijazah.” Padahal, ijazah dan gelar, kata Darmaningtyas, bisa diraih secepatnya, tapi ilmu pengetahun tidak begitu. Ilmu pengetahun bisa diraih dengan proses yang tidak singkat dan sekejap. Institusi pendidikan diharapkan melahirkan generasi yang menghargai ilmu pengetahun, bukan gila gelar dan label. Generasi yang oleh Kasali, sebagaimana dikutip Dhitta Puti Sarasvati dan J. Sumardianta, disebut generasi pemenang (winner), bukan pecundang (loser) (2016). Pamekasan dengan label kota pendidikan sejatinya membiakkan ‘para pemenang’ dalam arti yang sesungguhnya, bukan puas dengan label saja. Inilah pekerjaan rumah kita bersama untuk memperjuangkan itu semua demi masa depan Pamekasan yang lebih baik dan menyongsong Indonesia Emas 2045.[Dimuat di Majalah Activita IAIN Madura Edisi LII, Agustus 2024]
No comments:
Post a Comment