Saturday, February 11, 2012

Jaringan Intelektual Pesantren di Era Keemasan

Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejalan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (religion-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalaan kikinian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup (Suyata, 1985) yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.

Friday, February 10, 2012

KH. Ali Mustafa Yaqub: Kesibukan Tak Membuatnya Lelah Berkarya

Meskipun tidak pernah berguru langsung, tapi buku-bukunya telah menjadi 'guru in absentia" saya selama ini. Sambil membaca sebagian karyanya, saya teringat tulisan lama yang saya tulis untuk Majalah Pesantren, rubrik profil tokoh, delapan tahun silam.





Sosok yang penuh senyum dan tegas ini bernama Ali Mustafa Yaqub. Putra dari orang yang hanya mengenal pesantren sebagai satu-satunya lembaga pendidikan, Yaqub, ini memiliki seorang putra, Dhiyaul Haramain, setelah mempersunting putri Klaten, Nyai Ulfah. Sosok kiai aktivis ini pernah menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Riyadh, Sekretaris Jenderal PP Ittihadul Muballighin, dan anggota tanfidhiyah PBNU pada masa kepemimpinan Gus Dur serta Wakil Lajnah Bahtsul Masail PBNU pada masa kepemimpinan Hasyim Muzadi ini kini menjadi Pengasuh Pondok Darus-Sunnah.


Thursday, February 09, 2012

Mengunjungi Tempat Suci: Ragam Motivasi Wisata Religius

Migrasi atau hijrah, pertualangan atau rihlah, dan haji, merupakah tema yang sama tuanya dengan agama itu sendiri. [1]Dalam konteks Islam, migrasi dikaitkan dengan peristiwa migrasi Nabi dari Mekkah ke Madinah. Sedangkan pertualangan merupakan istilah yang sangat lumrah di kalangan intelektual Islam dari zaman klasik yang dikaitkan dengan pertualangan untuk memburu pengetahuan, termasuk dalam berburu hadits-hadits Nabi. Begitu juga dengan haji. Haji sebagai aktifitas perjalanan untuk melaksanakan ritual-ritual agama di Mekkah pun merupakan peristiwa historis yang sama tuanya dengan agama itu sendiri. Ia merupakan tempat yang dikuduskan sehingga banyak orang yang berkunjung ke sana, di samping dalam konteks Islam adalah merupakan salah satu kewajiban agama.

Wednesday, February 08, 2012

Pesantren Tak Gamang Menjajaki Perubahan

A. Fawaid Sjadzili

Akar Tradisi Pesantren

Kendati belum ada bukti-bukti yang meyakinkan mengenai tahun awal keberadaannya, pesantren diperkirakan tersebar di pelbagai tempat semenjak meluasnya dakwah sembilan ulama sufi atau mereka yang biasa dikenal sebagai Wali Songo[1] pada abad ke-15 M, seiring dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa yang sedikit demi sedikit mulai mengambil alih pengaruh kekuatan Hindu-Budha yang cenderung merosot akibat jatuhnya kerajaan Majapahit. Proses peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Mataram ini menjadi faktor determinan dalam proses Islamisasi Jawa. Bahkan, sebagaimana diungkapkan Soebardi, jauh sebelum wilayah pesisir Jawa dikuasai Belanda, lembaga keagamaan ini telah dikenal dengan baik di pedesaan Jawa. [2] Lebih jauh Soebardi menuturkan bahwa lembaga keagamaan ini telah muncul pada masa Jawa lama (past Javanese). Ini terbukti dengan konversi besar-besaran yang dilakukan asketis terkemuka (guru) Hindu-Budha kepada agama Islam. Pada mulanya para guru-guru itu mendirikan sejumlah lembaga keagamaan, mirip pesantren, yang mengajarkan kebijaksaan Hindu-Budha dan pengetahuan mistik. Karena alasan inilah banyak pengamat, di antaranya Karel A. Steenbrink, [3] yang menjelaskan bahwa pendidikan pesantren, baik dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India.